. The Little Star Stories: Air Mata Persahabatan
All for You ....

Air Mata Persahabatan


.

Sore ini cuaca tak seperti sore-sore yang telah lalu. Sore ini mentari agaknya masih betah untuk tersenyum dan melihat seisi dunia. Awan hitam sedikitpun tak ada yang berani untuk menyelimuti awan-awan putih yang terlihat cantik karena terimbas cahaya dari sang mentari. Sore yang indah. Tapi sayang tak seindah perasaan dari cewek yang sedang duduk sendiri di bawah pohon kamboja yang telah berumur puluhan tahun itu. Tangannya menengadah dan barisan do’a terangkai dari bibirnya. Sesekali air menetes dari kedua pelupuk matanya. Dia bernama Dira.
Selesai berdo’a, tangannya menyentuh kayu persegi panjang yang bertuliskan sebuah nama yang tidak akan pernah sirna dari hatinya. Nama yang dulu begitu dekat dan terngiang di telinganya. Nafas dari sang pemilik nama yang dulu hangat akan kasih sayag itu kini tak lagi berhembus. Malaikat Izroil telah datang kepadanya dan mengambil nyawanya. Nyawa yang ketika berada di rahim sang Ibunda di tanamkan dalam raga sang pemilik nama dalam nisan itu.

“Lintang Liliana Putri,” ucap Dira dengan suara lirih. Ya, dia yang telah berpulang bernama Lintang Liliana putri. Sahabat yang amat Dira sayangi.
Hari ini, 18 Maret 2011. Tepat 1 tahun Lintang menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Mata yang dulu selalu terpancar ketulusan serta kebaikan hatinya tak akan pernah lagi terbuka. Semua telah menjadi memory serta kenangan indah yang tak akan pernah bisa dilupakan oleh Dira.
“Maafkan aku Lin,” kata Dira dengan terisak.
Air matanya semakin deras mengalir. Pipi cubynya basah oleh air mata yang berderai dari matanya. Di bawah gundukan tanah, tempat Lintang beristirahat melepaskan lelah serta semua beban di dunia untuk selama-lamanya itu mengingatkannya tentang kejadian yang amat Dira sesali. Kejadian di masa lalu yang membuatnya kehillangan Lintang, sahabat karibnya.
Kejadian itu terjadi di sebuah toko buku. Tempat Lintang biasanya singgahi untuk membeli buku atau sekedar melihat-lihat. Biasanya Lintang ditemani oleh Dira saat berkunjung ke toko buku tersebut. Atau dia datang sendiri karena kesibukan Dira dengan basketnya. Maklumlah Dira merupakan kapten team baskert di sekolahnya. Tapi hari itu lain dari hari biasanya. Lintang datang bersama Ian, cowok yang dicintai Dira. Ian meminta bantuan Lintang memilihkan sebuah buku untuk hadiah adiknya yang berulang tahun.
Saat Lintang sedang memegang sebuah buku, tak sengaja tangan Ian menyentuh jari tangan lembut Lintang. Lintang segera mengalihkan tangan Lintang. Begitu juga dengan Ian.
“Maaf Lin, aku beneran nggak sengaja,” kata Ian pada Lintang.
“Iya, tidak apa-apa,” kata Lintang dengan senyum tipis di bibirnya.
“Lin ada yang ingin aku katakan padamu,” ucap Ian dengan nada pelan tapi tapi terdengar jelas.
“Apa? Katakana saja!,” tanya Lintang.
“Tapi janji ya kamu tidak akan marah dan membenciku,” pinta Ian.
“Insyaallah.”
“A..ku.., a.. ku men..cintai..mu,” kata Ian dengan terbata-bata.
Pandangan mata Ian tertuju pada Lintang. Sorot matanya seakan mengatakan bahwa perasaan ini benar adanya. Ian mencintai Lintang dan ia berharap kelak bisa memiliki Lintang. Tapi berbeda dengan Lintang. Sorot matanya justru mengatakan bahwa cinta ini tak seharusnya terjadi. Ian adalah cowok yang amat dicintai Dira, sahabatnya. Lintang tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ira tahu semua ini. Lintang tak ingin menyakiti perasaan sahabat yang telah ia anggap seperti saudaranya sendiri.
“ Lin kenapa kamu diam? Apa …. Belum sampai Ian selesai bicara tiba-tiba terdengar suara cewek memanggil nama Lintang.
“Lintang,”kata cewek itu.
Lintang segera berbalik dan melihat cewek itu keluar dari toko tersebut.
“Dira,” teriak Lintang.
Lintang bergegas menyusul Dira. Lintang keluar toko dan berlari sekuatnya. Tanpa melihat situasi jalan depan toko tersebut, Lintang melintas jalan ramai itu.
“Lintang, awas!!,” Teriak Ian yang juga mengejar Dira dan Lintang.
Ternyata sebuah mobil melaju kencang tepat dari arah kanan Lintang. Kecelakaanpun tak dapat di hindari.
Dira berbalik. “Lintang…,” Teriak Dira setelah melihat sahabatnya tersungkur tidak berdaya.
Dira berlari menuju sahabatnya yang telah berumuran darah dan tidak sadarkan diri. Beberapa menit kemudian ambulance datang dn dengan segera team medis memberikan pertolongan pertama untuk Lintang. Di jalan menuju rumah sakit, Dira tak henti-hentinya menangis dan meminta maaf pada Lintang. Rasa sakit dan mkecewa yang sebelumnya sempat melanda perasaan Dira kini berubah. Perasaan sedih bercampur takut serta rasa bersalah yang kini tengah ia rasakan. Wajahnya pucat pasi. Tangannya berlumur darah sahabatnya. Dia tak bisa membayangkan jika harus kehilangan sahabatnya itu.
“Lintang, bertahanlah. Kita akan sampai di rumah sakit. Bertahan Lintang! Bertahanlah!!,” kata Dira dengan menggenggam erat tangan Lintang.
Sesampainya di rumah sakit, Lintang langsung masuk ke UGD. Di luar, Dira hanya bisa berdoa untuk keselamatan Lintang.
“Ya Allah… dia sahabatku yang amat aku sayangi. Dia juga hambaMu yang baik hati. Tolonglah, biarkan dia bisa terus berada di sisiku. Ijinkanlah dia merasakan lagi indahnya ciptaanMu di dunia ini. Berikan aku kesempatan untuk meminta maaf kepadanya. Ya Allah… tolong!!,” batin Dira.
Beberapa hari kemudian Lintang mulai berangsur membaik. Keadanya sudah tidak kritis lagi. Dan hari ini, 18 Maret 2010 saat Dira menunggu di sisih Lintang. Mata yang beberapa hari sempat terpejam kini mulai terbuka untuk yang pertama kalinya. Hari ini Lintang sadar setelah tidur beberapa hari. Betapa bahagianya hati Dira melihat Lintang kembali tersenyum dan bicara kepadanya.
“Dir,,, maafkan aku,” kata lintang dengan lirih.
“Nggak Lin, aku yang harusnya minta maaf,” ucap Dira.
“Nggak seharusnya aku egois. Kau sangat berharga lebih dari Ian. Harusnya aku sadar dan tahu diri jika selama ini Ian mencintaimu,” tambah Dira meyakinkan Lintang.
“Tapi aku tak ingin menyakitimu Ra. Persahabatan kita lebih penting dari apapun. Aku bahagia jika kamu juga bahagia bersama Ian.” Ucap Lintang dengan volume nada yang hamper tidak dapat didengar.
Hembusan nafas Lintang makin lama makin melemah. Wajah Lintang pun kini semakin pucat. Nafasnya tersenggal. Sadar akan hal itu, Dira pun mulai panik. Ia langsung memencet bell yang berada tepat di atas tempat lintang berbaring.
“Lintang tunggu, dokter akan segera datang.”
Lintang mencoba meraih tangan Dira dan menggenggamnya dengan erat. Ia berkata, “Ra, jangan khawatir, aku tidak apa-apa, aku menyayangimu.”
Lintang mulai meneutup matanya. Genggaman erat tangannya pada Dira kini mulai terlepas. Dira merasakan tangan Lintang dingin. Air pun tak dapat tertahan dari pelupuk matanya. Untuk yang kesekian kalinya Dira menangis.
“Lintang bangun, jangan tinggalkan aku!!!,” teriak Dira.
Dokter yang baru datang segera mengambil kejut jantung. Benda yang berbentuk setrika itu segera ditempelkan di dada lintang beberapa kali, tapi tak merubah apapun.
“Maaf mbak, Tuhan berkehendak lain,” kata dokter dengan sorotan mata kesedihan melihat pasiennya tidak bisa diselamatkan.
“ Lintang! Bangun! Lintang, aku juga menyayangimu. Maafkan aku… Lintang..!!” teriak Dira.
Lintang telah tiada, tak ada lagi senyum indah terpancar dari wajahnya. Kisah persahabatan Lintang dan Dira telah berakhir di dunia ini. Tapi tidak untuk persahabatan mereka. Persahabatan mereka akan tetap ada meski alam telah memisahkan keduanya.

Your Reply

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

Apa mpendapatmu tentang This Blok??

Labels

Entri Populer